Kamis, 31 Maret 2011
Andai ini Puisi, Pasti Untukmu
Rasanya ingin sekali sesekali aku bisa menulis sebuah
puisi indah untukmu di secarik kertas yang bersusahpayah
kucari berwarna ungu, hanya untuk sejenak
mengembangkan senyummu. Tapi aku tak pernah bisa,
tiap kali aku menulis puisi pastilah berujung buntu.
Dalam puisiku aku ingin memasukkan hujan dengan rinainya
yang selalu jatuh tanpa malu menyapa sepasang kekasih
yang tersenyum malu-malu, atau sebuah senja menjingga
yang menggoda kita memampat lubang rindu
yang menganga saat berjumpa di tepi telaga, atau gemilau pelangi
yang terbentang memanjang di atas dua hati
yang terpatri oleh sebuah janji suci, atau hamparan langit biru luas
yang diisi renggang-renggang awan putih seperti kapas
tempat dua asa tak letih bersama terbang bebas lepas bagai tak berbatas,
atau hal-hal alam sederhana biasa lain yang dikaitpaut
dengan sebuah kejadian agar terlihat dan terasa indah seperti apa
yang biasa mungkin harus seorang penulis puisi tulis dalam sajaknya.
Ingin sekali sesekali aku bisa menulis sebuah puisi
dengan semua hal semacam itu untuk kuharap dapat dengan indah
menggambarkan betapa hebatnya rindu haru bahagia yang kurasakan
bila aku bersamamu, lalu kukirimkan puisi itu untuk sekedar dibaca
senyum manismu dan didengar mata berkaca-kacamu.
Atau sebuah puisi lain yang mungkin terlihat lebih seharusnya,
seperti saat tanpamu aku galau sendiri lalu mulai bergelimun bayangmu
dalam sebuah lamun, menggeligit rindu pahit yang membuat sengit.
Gelumat pikiranku pun hanya tentangmu, yang datang
lamat-lamat dibawa waktu. Lalu aku mulai
menggagau bayangmu dalam rindu yang membuat silau,
bagai seorang umi mengerepas sehimpunan kalimat
dalam kertas.
Ingin sekali sesekali aku bisa menulis puisi
dengan kata-kata semacam itu yang mungkin lebih seharusnya,
yang kuharap kau tak begitu mengerti apa artinya. Hingga bila
suatu saat kau memang ingin mengetahuinya, kuharap kau akan tau
betapa sakit pahit keadaanku dan rindu yang menghimpit hatiku
setelah kau pergi dan tak lagi bisa ada untukku.
Namun entah apa akan kukirimkan puisi itu bila
hanya bisa mememarkan pipi basahmu dan membutakan
hati menjeritmu.
Ingin sekali sesekali saja aku bisa menulis sebuah
yang pantas disebut puisi khusus untukmu, sependek apapun itu,
sepanjang apapun itu, namun harus dapat terkesan indah bagimu
dan menyentuh hatimu bila kau membacanya saat sesekali
mengingatku. Namun sepertinya aku memang tak mampu,
berulang kali aku mencoba agar bisa sesekali saja
menulisnya, tapi aku tak pernah bisa, tiap kali aku menulis
puisi pastilah berujung buntu; padamu.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar