Rabu, 12 Mei 2010

Ungkapan Hati Pemuda Bali Tentang Film Cowboys In Paradise

Kiblat bisnis perlendiran (maaf) dan esek-esek di Indonesia semakin hari semakin parah dan jumlahnya terus bertambah. Banyak tempat-tempat mesum yang sengaja dilegalkan. Saya tidak begitu paham apa maksud dan tujuan mengapa tempat-tempat semacam ini di legalkan. Akibat dari dilegalkannya tempat-tempat seperti ini tentunya kita sudah paham betul. Mulai dari rusaknya moral generasi muda sampai pada kehancuran total bangsa ini. Akibatnya yang lain juga banyak terlihat belakangan ini. Generasi muda semuanya pada ngawur, tak bermoral, video-video mesum bertebaran di internet yang mana kebanyakan pelakunya adalah anak-anak SMU yang nota bene mereka sebagai kaum terpelajar. Belum lagi berita hebohnya Film Cowboys in Paradise dan Koreana Bali yang terasa begitu mencoreng Bali dan dunia Pariwisata Indonesia. Hmmm benar-benar hancur.
Berbicara tentang film Gigolo alias Cowboys in Paradise, berikut ini saya repost sebuah ungkapan hati seorang pemuda Bali menanggapi hebohnya berita Cowboys in Paradise. Langsung disimak aja gan….

Pihak asing begitu cepat mencium bisnis dalam memasarkan film setengah dokumenter. Kali ini yang menjadi objek yang paling empuk adalah Pulau Dewata, Bali.

Sang sutradara menampilkan tingkah laku pemuda berkulit hitam dan berambut gimbal yang menjadi pelayan pemuas nafsu wisatawan asing atau yang disebut sebagai gigolo. Padahal dalam kenyataan di lapangan, kehidupan yang digambarkan dalam film tersebut tidaklah separah yang ada di dalam film.

Kita masih melihat bagaimana para pemuda di Bali masih lebih memilih menjadi pengojek motor atau bahkan menjadi makelar tiket bus di Terminal Ubung. Para pemuda di Bali lebih memilih menjadi preman di Terminal Ubung demi mendapat komisi penjualan tiket bus.

Apa yang digambarkan dalam Cowboys in Paradise terlihat berlebihan. Bahkan pengakuan perempuan kerelaan dirinya atas pekerjaan sang suami yang merangkap sebagai gigolo selain sebagai intepreter atau guide dinilai berlebihan. Namun, upaya kepolisian yang menjaring dan mendata lelaki yang dicurigai sebagai gigolo patut kita puji.

Pada akhir April sampai Mei 1982 penulis menilai kota Denpasar masih terlihat penuh magis. Bayangan LEAK pasti datang kepada siapapun yang berbuat tidak senonoh di Bali masih tergiang.Namun, suasana itu sudah memudar. Kekhawatiran akan didatangi LEAK sudah memudar bahkan mungkin sirna, yang ada adalah bagaimana sikap hedonistik semakin menggila.

Aneka fast food sudah menjamur di Denpasar. Fast food McDonald sudah melindas makanan atau kuliner daerah Bali. Bukan itu saja, sopir angkot dari Terminal Ubung ke Terminal Batu Bulan mulai mengeluh karena pendapatan mereka anjlok lantaran anak murid SMP dibebaskan memakai motor ke sekolah. Fenomena murid SMP memakai sepedamotor ke sekolah jauh lebih berbahaya dari tayangan film Cowboys! Bagaimana tidak? Pertama, pendapatan sopir angkot anjlok dan berakibat terganggunya perekonomian para sopir yang pada akhirnya berimbas pada masa depan anak-anak sopir angkot untuk bersekolah tinggi.

Kedua, polusi udara makin tinggi dan Ketiga, konsumsi BBM naik tajam karena mudahnya mendapatkan motor. Keempat, timbul ekses negatif terhadap pola pergaulan remaja dengan hasil raun kesana kemari dengan motor. Pemda Bali bersama DPRD setempat perlu mengeluarkan Perda larangan bermotor bagi murid sekolah, baik tingkat SD maupun SMA.Lebih baik menjalankan saran pemerintah pusat agar menghemat energi.

Film Cowboys in Paradise boleh jadi membuat peringatan bagi kita semua, bahwa Bali bukanlah Pattaya di Thailand. Bali dengan pantai Kuta, Sanur dan pantai lainnya bukanlah penyedia hasrat seks liar. Para pemuda Bali lebih suka bekerja di ladang pertanian dan perkebunan kelapa yang penuh dengan sisa sabuk kelapa demi aneka kebutuhan derivatif lainnya, seperti bahan jok mobil.

Bali mesti kita pertahankan sebagai daerah religius Hindu yang unik setara wilayah tujuan wisata di negara lain. Aksi para gigolo di Pantai Kuta dalam film dokumenter Cowboys in Paradise mulai memancing rasa penasaran anggota dewan yang berharap pemeritah Kabupaten Badung dan Provinsi Bali mengambil sikap tegas dan cepat.

Anggota DPRD Badung, Nyoman Satria, Senin (26/4) mengakui bahwa dirinya sudah menonton film dokumenter berdurasi 10 menit itu, namun melihat sama sekali tidak ada nilai positifnya bahkan bisa merusak citra pariwisata Bali di mata Internasional. Menurut Satria dengan tayangan film dokumenter tersebut, apalagi telah dikonsumsi luas di dunia internasional, bisa berdampak buruk bagi pembangunan Bali kedepan yang sangat menjunjung tinggi nilai nilai dan norma adat budaya ketimuran.

Ia melihat lokasi filmnya berada di Pantai Kuta, di wilayah Kabupaten Badung, maka sebagai wakil rakyat di Badung saya prihatin, meminta pemerintah provinsi dan kabupaten Badung segera mengambil langkah-langkah yang tepat, kalau bisa tayangan itu dihapus secepatnya, entah bagaimana caranya.

Satria mengaku mendengar informasi adanya tayangan film yang disutradai Amit Virmani yang mengumbar aksi pornografi para Gigolo Pantai Kuta tersebut dari rekannya sesama anggota dewan dan penasaran, makanya saya coba coba buka di internet ternyata betul, prihatin juga apalagi dengan latar belakang masyarakat Bali.

Ia melihat adanya upaya pihak pihak yang ingin mengeksploitasi keelokan dan keindangan pantai Bali dengan aksi pornografi seperti itu. Jangan sampai hanya kepentingan segelintir orang apalagi dilakukan pihak asing, maka pariwisata Bali kemudian dikorbankan.

Dalam waktu dekat kata Satria pihaknya juga akan membicarakan masalah tersebut dengan pihak terkait guna mengambil langkah-langkah antisipatif sebelum film yang bisa diunduh di YouTube agar tidak semakin beredar luas. Kami minta pengawasan di Pantai Kuta juga lebih diperketat dalam mengantisipasi hal-hal yang dapat membahayakan terhadap nilai-nilai adat dan budaya Bali.

Penulis : suta axis (suta.axis@gmail.com) sumber : inilah.com

Mari sukseskan event seo sebar iklan baris gratis radhityanotes.com dan kontes seo Indonesia Furniture Handicraft Wholesale Marketplace

Tidak ada komentar:

Posting Komentar